Sosok mahasiswa
ideal secara singkat dapat dirangkum dalam tiga kata, yaitu berprestasi,
berorganisasi, dan berbudi pekerti. Di luar ketiga hal di atas ada satu hal
yang sudah pasti harus dimiliki, yaitu berpribadi religius. Religiusitas
ini tidak perlu disebut lagi, karena hakikatnya merupakan dasar dari inspirasi
dan motivasi ketiga hal tadi. Dengan kata lain, prestasi, keaktifan dalam
organisasi dan budi pekerti tidak akan berarti tanpa dilandasi oleh nilai-nilai
religi.
Ketiga kriteria ini
hakikatnya tidak terpisahkan bagi keberhasilan hidup mahasiswa di masa depan.
Kaitan ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Prestasi mengantarkan lulus seleksi dalam mendapatkan pekerjaan;
2.
Pengalaman organisasi menjadikan sukses melaksanakan pekerjaan;
dan
3.
Budi pekerti membuat diterima dalam setiap pergaulan.
Dalam ungkapan lain
dinyatakan: Prestasi menjadikan orang bisa melewati soal ujian;
Pengalaman organisasi menjadikan orang bisa melewati tantangan permasalahan;
dan Budi pekerti menjadikan orang bisa melewati penolakan dan permusuhan.
Inti dari prestasi
adalah pencapaian standar nilai yang tinggi dalam menyelesaikan
perkuliahan. Prestasi mencerminkan penguasaan seseorang terhadap sejumlah
pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan dan diujikan kepadanya. Prestasi
mahasiswa disimbolkan dengan nilai atau indeks prestasi (IP). Secara singkat,
mahasiswa yang berprestasi adalah yang memiliki IP yang tinggi. Prestasi
dalam makna IP ini menjadi pertimbangan awal bagi seorang lulusan ketika
melamar suatu pekerjaan, baru kemudian hasil ujian tulis, wawancara, uji
kompetensi, dan sebagainya. Apabila prestasi rendah, maka biasanya sejak awal
seorang calon pelamar sudah tersingkir atau tidak diperhatikan.
Pengalaman
berorganisasi memberikan bekal kepada lulusan perguruan tinggi dalam berbagai
hal, antara lain: kemampuan berinteraksi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
perpikir logis-sistematis, kemampuan menyampaikan gagasan di muka umum,
kemampuan melaksanakan fungsi manajemen: perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi, kemampuan memimpin, serta kemampuan memecahkan
permasalahan. Dengan pengalaman dan kemampuan yang terbentuk ini, maka seorang
aktifis ketika memasuki dunia kerja akan lebih tanggap, terampil, cekatan, dan
mampu menyesuaikan dengan keadaan. Selain itu, ia akan lebih mampu mengurai
permasalahan yang dihadapi dalam setiap penugasan. Dari sini maka seorang
aktifis biasanya akan lebih cepat mendapatkan kepercayaan atasan dalam suatu
lingkungan pekerjaan. Lain halnya dengan mereka yang semasa kuliah tidak aktif
berorganisasi, maka ketika memasuki dunia kerja ia baru mulai belajar
keterampilan-keterampilan di atas. Hal ini membutuhkan waktu, dan kadang
membuat atasan kurang respek, karena semestinya ketika memasuki dunia kerja
seseorang benar-benar telah siap bekerja, bukannya baru belajar dari awal.
Budi pekerti adalah
mata uang yang laku di mana saja, dan bisa untuk membeli apa saja. Dengan budi
pekerti yang baik, simpati teman mudah didapatkan. Dengan budi pekerti yang
baik, ketidaksukaan orang dapat dihapuskan. Dengan budi pekerti yang baik, hati
atasan dapat dibuat terkesan. Dengan budi pekerti yang baik, bantuan dan
pertolongan orang lain mudah didapatkan. Inilah hebatnya budi pekerti, sehingga
bila hal ini tidak ada, maka dua hal di atas menjadi tidak berarti.
Berdasarkan uraian di atas, jadi bagaimana prestasi itu diraih? Prestasi
bisa diraih jika maka mahasiswa hendaknya benar-benar bisa mengolah diri dan
waktunya. Ia harus mengetahui bagaimana caranya meraih prestasi yang tinggi,
dan melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Ini yang harus diprioritaskan.
Kemudian, ia harus menyisihkan waktunya untuk berlatih berorganisasi. Ia bisa
memilih di antara organisasi yang ada, baik intra maupun ekstra kampus. Dalam
hal ini ia harus selektif agar organisasi yang dipilihnya tidak justru
membelokkan tujuan pokoknya, yaitu berprestasi dalam studi. Yang terakhir
ia harus belajar tentang sopan-santun dan tata karma (unggah-ungguh lan andhap ashor), baik dalam bertutur
maupun berperilaku. Ia harus bisa menempatkan diri (empan papan) di hadapan atau kepada siapa ia berucap
dan bertindak. Setiap orang hendaknya tahu, bahwa makin tinggi status orang
yang dihadapi, maka makin dibutuhkan kehalusan budi pekerti.
Termasuk dalam budi pekerti di era informasi sekarang ini,
adalah dalam menulis sms, menelepon, atau
membuat status dalam jejaring sosial. Ketika hendak
mengirim sms, khususnya kepada orang yang lebih tinggi, maka perlu diperhatikan
dan direnungkan berulangkali. Apakah sudah pas dan pantas kata-katanya,
apakah tidak terkesan egois, mendikte, dan seterusnya. Demikian juga ketika mau
menelepon, hendaknya dipahami etikanya, dipilih waktu yang tepat, dengan
pilihan bahasa yang sesantun-santunya. Perlu dicatat dalam hal ini, apabila
kita membutuhkan sesuatu yang begitu penting dari orang lain, maka tidak
selayaknya hanya mengandalkan sms atau telepon. Murah dan mudahnya sms dan
telepon, tidak layak untuk dijadikan sarana meminta sesuatu yang besar dari
orang lain. Melainkan harus bertemu muka, menunjukkan kesopanan kita, baru kita
akan mendapatkan respon yang diharapkan.
Menulis status pada jejaring sosial, memang ringan dan mudah
untuk dilakukan. Namun bisa jadi akibatnya fatal bagi citra diri dan masa depan
seseorang. Dahulu ada ungkapan: “Mulutmu harimaumu”, yang artinya
kita harus berhati-hati menjaga ucapan agar tidak menjadi bumerang. Kini di era
internet dan jejaring sosial, ungkapannya berubah menjadi: “Statusmu lubang kuburmu”. Maksudnya apa bila seseorang asal saja menulis status, tidak
mempertimbangkan dampaknya bagi pihak-pihak yang mungkin terusik atau
terlecehkan, maka status itu akan menjadi lubang bagi karir dan masa depannya.
Dewasa ini, sebuah institusi yang akan merekrut pegawai, pasti akan melihat
profil dan tulisan individu di dunia maya. Dari sana dapat diketahui karakter
pribadi seseorang, dari status dan komentar-komentarnya. Bila tulisan-tulisan
orang itu di dunia maya selalu negatif dalam memandang dan menyikapi sesuatu,
maka tidak akan nada institusi yang mau merekrutnya, karena nanti ia akan
selalu memandang atasan dan lingkungan kerjanya secara negatif.
Demikianlah tiga
kriteria mahasiswa yang ideal. Dengan tiga kriteria ini, serta dilandasi
nilai-nilai religi, maka kesuksesan hidup insya-Allah akan mudah menghampiri.
Semoga Allah SWT.
selalu memberikan bimbingan-Nya. Amiin
gaya bahasa yang di gunakan
:
1.
kalimat berkompilasi : Dengan kata lain, prestasi, keaktifan dalam organisasi dan budi
pekerti tidak akan berarti tanpa dilandasi oleh nilai-nilai religi.
2. Kalimat bervariasi
pertanyaan : , jadi bagaimana prestasi itu diraih?
3. Kalimat bervariasi
pernyataan : Prestasi bisa diraih jika maka mahasiswa hendaknya benar-benar
bisa mengolah diri dan waktunya
4. Kalimat berepetisi
bentuk : Dengan budi pekerti yang baik, bantuan dan pertolongan orang
lain mudah didapatkan
5.
Kalimat berkonstruksi Idiomatik : Dengan tiga kriteria ini, serta
dilandasi nilai-nilai religi, maka kesuksesan hidup insya-Allah akan mudah
menghampiri.
Reff : http://iainsalatiga.ac.id/mahasiswa-ideal-berprestasi-berorganisasi-dan-berbudi-pekerti/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar